Beda dan unik, menentang kemapanan. Dua frase ini mungkin dapat mewakili apa yang terjadi dihalaman kampus POLTEKKES Permata Indonesia siang kemarin (Selasa, 29 Mei 2012). Sebuah meja kecil dengan jejeran kursi melingkari penuh sesak dengan mahasiswa dan mahasiswi,sepintas ini biasa saja. Pemandangan serupa saban hari juga ditemui dihalaman ini, tiap hari beberapa mahasiswa akan bergerombol disana, dibawah rerimbunan pohon nangka tepat di depan beberapa ruang kelas. Kursi dan meja taman inilah yang menjadi tempat melepas lelah para mahasiswa baik setelah atau sebelum mengikuti kuliah.
Yang agak berbeda hari ini, ternyata ditengah-tengah mahasiswa tersebut terdapat sosok ibu yang ternyata adalah dosen di POLTEKKES Permata Indonesia. Ia adalah Diana Agustin Bramasari, S.Farm., Apt., pengampu mata kuliah Obat Tradisional. Mata kuliah yang mengulik seluk beluk tentang bahan atau ramuan bahan berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sedian galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut secara tradisional. “Awalnya saya rencakan kuliah tetap di kelas, tapi melihat mahasiswa sudah berkumpul di taman itu, jadi sekalian saja kuliah saya pindahkan disana, lebih fresh, ada suasana baru dan menggembirakan”, tutur ibu dari satu anak ini.
Berpenampilan segar dan bersahabat, ia bersama mahasiswa program studi farmasi semester IV, sedang mempelajari seluk beluk tanaman-tanaman berkhasiat obat. Mahasiswa terbagi dalam empat kelompok, masing-masing kelompok membuat laporan ringkas dalam format mading (majalah dinding) yang didalamnya berisi segala ikhwal tanaman yang dipilih yang menjadi objek kajian. Hasil temuan selanjutnya dipresentasikan. Selain mading, masing-masing kelompok juga mensertakan contoh hidup dari tanaman pilihannya. Kali ini, tanaman obat seperti Keji Beling, pacar air, Gingseng, Binahong dan Meniran menjadi pilihan para mahasiswa.
Pendidikan seharusnya tidak mengenal ruang dan waktu, belajar bisa dimana saja. Bangku dan meja kuliah hanya pelengkap saja, faktor utamanya adalah materi, tehnik penyampaian materi dan para pelaku itu sendiri. Inilah filosofi pengajaran yang dianut oleh ibu yang akrab disapa Ibu Diana ini. Hal ini dibenarkan oleh Harpeni Siswatibudi, S.Psi, pembantu direktur POLTEKKES Permata Indonesia. Menurut psikolog muda ini, model pembalajaran seperti yang dilakukan diluar kelas dengan media mading merangsang kemampuan mengingat mahasiswa, inilah yang disebut mind mapping. Mind mapping ditambah kelas di alam akan membantu mahasiswa memaksimalkan potensi otaknya, bukan hanya untuk menghafal tapi membuat semacam media untuk memudahkan mengingat kembali. Selain itu, juga dapat melatih rasa percaya diri mahasiswa plus melakukan proses efikasi pada dirinya sendiri.
Sementara bagi mahasiswa, model kelas seperti ini terasa lebih menyenangkan dan lebih terasa kekeluargaanya. Seperti dirasakan oleh Ayu Wulandari, menurut dara cantik yang juga adalah Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa POLTEKKES Permata Indonesia ini “kuliah seperti ini mengasikkan, meransang imaji belajar yang bebas dari kunkungan ruang kelas, jadi pelajarannya lebih gampang dicerna dan nyantol di otak” cerocosnya usia mengikuti kuliah “kelas taman” tersebut.
